Selasa, 17 Mei 2011

Intrusi Air Laut

ABSTRAK

Pada dekade terakhir ini telah terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat pesat didunia,dan hal tersebut menyebabkan eksploitasi air bawah tanah terus meningkat dengan pesat. Fenomena ini telah menyebabkan dampak kualitas dan kuantitas air bawah tanah. Wilayah DKI Jakarta memiliki luas lebih kurang 650 km2 dengan jumlah penduduk 9,5 juta jiwa menurut hasil sensus tahun 1999. Pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir,rata-rata pertumbuhan penduduk DKI Jakarta sebesar 1,75 % per tahun. Sehingga diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penduduk diperkirakan lebih dari 12,5 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, baru 40% sampai 50% yang mendapat pelayanan air bersih dari PDAM Jaya, selebihnya menggantungkan kebutuhan airnya pada air tanah dan air permukaan. Demikian juga dengan airnya dari air tanah atau air permukaan. Disisi lain, pemanfaatan air tanah yang berlebihan tanpa memperdulikan kemampuan hidrogeologi dicekungan Jakarta,telah menimbulkan dampak negatif antara lain berupa instrusi air laut. Untuk mengendalikan dampak negatif yang sudah dirasakan oleh semua penduduk DKI Jakarta, akibatnya adanya intrusi air laut perlu dilakukan upaya mitigasi baik struktural maupun non struktural.
  



BAB I

A.    PENGERTIAN INTRUSI AIR LAUT

            Istilah intrusi air laut (sea water intrusion/encroachment) sebetulnya mencakup hal yang lebih sempit dibandingkan pengertian dari istilah intrusi air asin (saline/salt water). Karena air asin tidak hanya melulu berupa/berasal dari air laut. Air asin adalah semua air yang mempunyai kadar kegaraman yang tinggi. Tingkat kegaraman biasanya dicerminkan dari total kandungan zat terlarut (total dissolved solids -TDS). Airtanah tawar mempunyai TDS kurang dari 1000 mg/l. Sementara air tanah payau/asin TDSnya lebih dari 1000 mg/l. Kandungan unsur Cl- yang tinggi umumnya didapati pada air asin. Air asin adalah pencemaran yang paling umum ke dalam air tanah.
Air asin di dalam akuifer dapat berasal dari:(Journal Hydraulics, ASCE, 1969)
  1. Air laut di daerah pantai,
  2. Air laut yang terperangkap dalam lapisan batuan yang diendapkan selama proses geologi,
  3. Garam di dalam kubah garam, lapisan tipis atau tersebar di dalam formasi geologi (batuan),
  4. Air yang terkumpul oleh penguapan di laguna, empang atau tempat-tempat lain yang terisolasi,
  5. Aliran balik ke sungai dari lahan irigasi,
  6. Limbah asin dari manusia.

            Intrusi air asin adalah suatu peristiwa penyusupan air asin ke dalam akuifer di mana air asin menggantikan atau tercampur dengan air tanah tawar yang ada di dalam akuifer. Penyusupan ini akan menyebakan air tanah tidak dapat dimanfaatkan, dan sumur yang memanfaatkannya terpaksa ditutup atau ditinggalkan.
            Berdasarkan pengertian tersebut serta asal air asin, maka intrusi air laut adalah intrusi air asin yang berasal dari air laut, sehingga hanya terjadi di daerah pantai. Sementara intrusi air asin dapat terjadi di mana saja, bahkan di daerah pedalaman (inland).
            Intrusi sebenarnya baru akan terjadi karena adanya aksi, dalam hal ini pengambilan air tanah. Intrusi adalah reaksi dari aksi tersebut, dan mengubah keseimbangan hidrostatik alami antar-muka (interface) air tanah tawar dan air asin.
            Adalah Badon Ghyben ilmuwan Belanda dan Herzberg ilmuwan Jerman, sekitar 1889 dan 1901, secara sendiri-sendiri di sepanjang dataran pantai Laut Utara mengadakan penyelidikan hubungan antara air tanah tawar dan air asin. Keduanya menemukan bahwa muka air asin akan ditemui tidak pada ketinggian muka laut, namun pada suatu kedalaman di bawah muka laut sekitar 40 kali ketinggian muka air tanah tawar di atas muka laut. Sebaran antar-muka air tawar dan air asin melekat pada keberadaan keseimbangan hidrostatik antar kedua jenis air tersebut. Hubungan tersebut lazim dikenal dengan persamaan Ghyben-Herzberg seperti nama para penemunya. Ekuilibrium alami tersebut akan berubah manakala terjadi perubahan dari tekanan muka air tanah tawar akibat pemompaan yang berlebihan di daerah, sehingga membentuk ekuilibrium baru dengan air asin mendorong sebaran antar-muka ke arah daratan, dan mulailah peristiwa intrusi air laut.
Dalam hal Jakarta, berdasarkan pengertian di atas, dapat diyakini telah terjadi intrusi air asin. Faktanya adalah:

            Pertama, seperti telah dijelaskan sebelumnya analisis contoh air tanah dari akuifer dangkal maupun dalam di beberapa tempat sejak sebelu 1920 hingga kini menunjukkan kenaikan kadar Cl-. Cl- umumnya dijumpai dalam air tanah dengan kadar rendah dalam kondisi normal. Sumber utama Cl- adalah limbah, air fossil (conate water), dan air laut. Jadi faktanya adalah air tanah di beberapa tempat di Jakarta terutama di bagian utara, paling tidak di sebelah utara garis yang menghubungkan daerah Kapuk - Grogol - Gambir - Cempaka Putih dan Sunter, meninggi kadar garamnya dan berubah dari tadinya tawar menjadi payau atau asin.

            Kedua, intrusi terjadi sebagai reaksi telah terjadi penurunan muka air tanah baik dari sistem akuifer dangkal maupun sistem akuifer dalam akibat aksi pengambilan air tanah dari kedua sistem akuifer di Jakarta. Seperti telah disebutkan, penurunan muka air tanah dari sistem akuifer dalam mencapai 2 hingga 4,6 m per tahun. Di beberapa tempat, muka air tanah tersebut telah berada lebih dari 40 m di bawah muka tanah setempat. Penurunan ini mengubah keseimbanhan hidrostatik antar-muka air tanah tawar/asin di cekungan Jakarta. Tidak dapat diungkiri bahwa ada fakta pengambilan air tanah yang terus meningkat untuk berbagai keperluan di Jakarta. Hingga tahun 1995, kontribusi air tanah bagi pasokan air di Jakarta sekitar 250 juta m3/tahun. Jumlah tersebut terutama diambil melalui sumur-sumur dangkal yang tak terhitung (80 %), dan lebih dari 3000 sumur-sumur dalam (20%). Antara 1900 dan 1950, pengambilan air tanah tercatat di bawah 10 juta m3/tahun. Akan tetapi sejak itu, terutama setelah 1970, pengambilan air tanah terus meningkat. Pada tahun 1994 pengambilan air tanah dari sistem akuifer dalam diperkirakan 53 juta m3, atau hampir dua kali lipat dari pengambilan sumur yang terdaftar. Sulit mendapatkan angka pasti pengambilan air tanah di Jakarta, karena tidak semua sumur yang ada terdaftar pada instansi yang berwenang.
Kembali kepada judul tulisan ini, berdasarkan bahasan di atas maka jawabnya adalah :
  1. Telah terjadi intrusi air asin (saline water intrusion) di Jakarta. Sumber intrusi ini adalah terutama berasal dari air fossil yang terperangkap dalam formasi batuan pada saat terjadinya proses geologi (JWRMS,1994 melaporkan hal ini), intrusi air laut, serta setempat berasal dari limbah.
  2. Jakarta tidak terbebas dari intrusi air laut (sea water enchroachment) terutama pada sistem akuifer air tanah dangkal. Intrusi ini penyebarannya ke arah bagian selatan Jakarta berlangsung lamban, karena kelulusan lapisan batuan penyusun relatif rendah. Soefner (1986), Geyh (1986), serta Tjahyadi (1991) melaporkan juga fenomena ini. Peyebaran intrusi air laut yang lamban ini tidak boleh dianggap sebagai bukan suatu ancaman. Penanganan dini akan mencegah kemerosotan mutu air tanah.
  3. Intrusi air laut adalah salah satu dari sumber terjadinya peningkatan kegaraman/kadar Cl- air tanah di Jakarta.

            Akuifer pantai merupakan sumber penting untuk memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya di daerah-daerah yang berkembang di sepanjang pesisir pantai. Banyak daerah di pantai yang populasi penduduknya tinggi, menyebabkan meningkatnya kebutuhan air bersih. Karena itu, daerah sekitar pantai memerlukan perhatian dan manajemen khusus untuk menanggulanginya.
            Fokus pada bagian ini adalah memberikan gambaran informasi hidrologi yang dibutuhkan dalam manajemen akuifer pantai, berdasarkan pandangan bahaya intrusi air laut dan hubungan bahwa keberadaan aliran air tawar dari akuifer ke laut dan perluasan intrusi air laut.
            Perembesan air laut ke daratan, tidak dapat dipungkiri, selama ini masih dianggap sebelah mata oleh masyarakat maupun pemerintah. Padahal, walaupun dampaknya tidak dirasakan secara langsung seperti pencemaran udara dan suara, untuk jangka panjang, rembesan air laut ke daratan akan menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik dari segi lingkungan, kesehatan, bahkan ekonomi.
            Padahal, perembesan air laut ke daratan yang dikenal dengan istilah Intrusi ini, tak boleh disepelekan. Adanya pori-pori tanah yang berlubang, menyebabkan air laut masuk ke daratan. Hal itu terjadi karena air tanah yang dipompa keluar terlalu besar dan ruang kosong atau pori-pori ini diisi oleh air laut. Dampaknya, air di daratan yang selama ini tawar, menjadi payau.
            Walaupun dampak intrusi akan muncul secara berkala dan untuk jangka waktu yang lama, jika didiamkan saja, tanpa ada upaya mencegahnya, tentu saja akan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat. Bisa dibayangkan, betapa besar kerugian secara ekonomis yang diderita karena rembesan dan pengikisan air laut. Tanah-tanah di tepi pantai akan berkurang dan kalau dinominalkan, akan besar sekali.

            Meskipun sampai saat ini belum ada data mengenai kerugian tersebut, tapi bisa dibayangkan betapa besar dana yang keluar kalau tanah yang hilang mencapai ratusan kilo meter akibat pengikisan dan perembesan,? ujar Hadi. Apalagi, bila dilihat dari segi kesehatan dan lingkungan. Belum lagi berbagai penyakit yang mungkin mendera masyarakat yang mengkonsumsi air payau tersebut

            Lalu, bagaimana dampak air payau terhadap kesehatan masyarakat yang menggunakannya? menggunakan air payau untuk dikonsumsi maupun kegiatan lain seperti mandi, dapat mengganggu kesehatan. Karena air payau mengandung NaCl (Natrium Chloride) yang tinggi dan dapat mengganggu metabolisme yang terjadi di dalam tubuh manusia.

            Penggunaan air payau untuk dikonsumsi dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit perut seperti diare. Sedangkan bila digunakan untuk mandi, dapat memicu munculnya penyakit kulit, seperti gatal-gatal. Untuk jangka panjang, bukan tidak mungkin orang yang mengkonsumsi air payau tersebut akan mengalami gangguan penyakit serius karena metabolismenya terganggu dan sensivitas tubuhnya untuk menerima air payau yang mengandung garam tersebut,

B.     KEADAAN GEOLOGI DAERAH JAKARTA

      Kondisi Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta saat ini sudah memasuki zona kritis hingga rusak akibat eksploitasi air tanah di atas ambang batas normal yang direkomendasikan. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus perlu segera dicarikan penanganannya.
      Kondisi cekungan air tanah Jakarta yang mencover 3 Provinsi (DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat) saat ini kondisinya sangat kritis akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan hingga mencapai 40%, seharusnya maksimum hanya 20% agar tidak terjadi intrusi air laut ke daratan
     








      Pengambilan air tanah pada CAT Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer menengah dan dalam, kondisi demikian dapat di kategorikan sudah memasuki zona kritis hingga rusak. Berdasarkan data Badan Geologi, DESDM, Neraca Air Tanah Jakarta saat ini adalah, potensi air tanah (dalam) 52 juta m3/thn sedangkan pengambilan air tanah (dalam) 21 juta m3/thn (40%).
      Melakukan eksploitasi air tanah harus memperhatikan ketersediaannya dalam lapisan batuan dan cekungan air tanah (CAT). Pengambilan air tanah tanpa memperhatikan kaidah-kaidah yang disarankan akan menimbulkan perubahan pada cekungan air tanah dan menimbulkan kerusakan lingkungan seperti amblesan tanah (land subsidence) dan intrusi air laut.
      Keterdapatan air tanah tidak dapat dipisahkan dari jenis, struktur, dan penyebaran batuan penyusun lapisan pembawa air (akuifer). Oleh sebab itu, untuk memahami air tanah Jakarta, perlu mengenal tataan geologinya yang memerikan jenis, struktur dan penyebaran batuan tersebut.
      Dalam kaitan dengan air tanah para ahli sering menyebut Jakarta sebagai satu sistem cekungan air tanah. Sistem ini di bagian bawahnya dialasi oleh endapan batuan kedap air (impermeable) yang berumur Miosen (kurang lebih 70 juta tahun sebelum hari ini), yang sebgian muncul di selatan Jakarta, di sekitar Depok dan Ciseeng. Sementara isi dari cekungan ini adalah endapan Kuarter (kurang lebih 3 juta tahun yang lampau) campuraduk dari sedimen laut, endapan delta, laguna, endapan darat, dan kipas endapan gunung api, terdiri dari pasir, lempung,lanau, tufa. Pada kala Holosen, dalam jaman Kuarter tersebut, Laut Jawa menggenangi daratan Jakarta sekarang ini hingga sekitar Gambir, dan mengendapkan sedimen laut dangkal. Karena lingkungan pengendapan yang sebagian berada di lingkungan laut, maka sebagian endapan tersebut mengandung kegaraman yang tinggi yang akan mempengaruhi tingkat kegaraman yang terkandung di dalamnya.
      Isi cekungan tersebut mempunyai ketebalan antara 0 m di bagian selatan dan lebih dari 300 m di bagian utara dekat pantai. Artinya adalah, beberapa isian dari cekungan ini ada di bawah dasar dari Laut Jawa di Teluk Jakarta saat ini. Irisan vertikal dari isi cekungan ini didominasi oleh lapisan yang bersifat lempungan, lapisan pasir hanya mengisi 20 % dari total isian cekungn. Ketebalan lapisan pasir tunggal hanya sekitar 1 m hingga 5 m. (Soefner, 1985).

Tatan air tanah

            Struktur tanah di Jakarta termasuk rawan menahan guncangan gempa, karena tersusun dari endapan rawa dan sungai dari bahan pasir dan lempung yang belum terkonsolidasi (belum padat) dengan kandungan air tanah yang tinggi. Jika endapan muda, plestosin berusia maksimal 2 juta tahun yang belum terkonsolidasi semacam ini diguncang gempa besar, maka yang terjadi adalah liquifaksi di mana bangunan-bangunan di atasnya ambles.
            Batuan-batuan pengisi cekungan inilah yang membentuk akuifer (semacam pasir) maupun lapisan perlambat (akuitard), yakni lapisan batuan yang jenuh air, tetapi tidak dapat melalukan air tersebut dalam jumlah yang berarti (semacam lempung pasiran), serta lapisan kedap air (akuiklud), yakni lapisan batuan jenuh air, tetapi relatif kedap sehingga tidak dapat melepaskan air di dalamnya (seperti lempung). Akuifer adalah lapisan yang paling banyak dimanfaatkan airnya dengan membuat sumur yang menyadap lapisan ini. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa sistem cekungan air tanah Jakarta terdiri dari perselingan akuifer, akuitard dan akuiklud. Oleh sebab itu, akuifer di cekungan air tanah Jakarta sering disebut sebagai akuifer berlapis banyak atau multi layer aquifers.
                Air bawah tanah yang sebelumnya layak digunakan untuk air minum,karena           adanya intrusi air laut,maka terjadi gradasi mutu,sehingga tidak layak lagi digunakan             untuk air minum.

Penyusupan air asin ini dapat terjadi antara lain akibat :
1.      Penurunan muka air tanah atau bidang pisometrik di daerah pantai
2.      Pemompaan air bawah tanah yang berlebihan didaerah pantai
3.      Masuknya air laut kedaratan melaui sungai, kanal, saluran, rawa, ataupun cekungan lainnya

            Daya meluluskan air secara horisontal dari lapisan batuan antara 0,1 m/hari dan 40 m/hari. Sementara kelulusan vertikalnya diperkirakan berkisar antara 1/100 dan 1/5000 dari kelulusan horisontalnya. Ini artinya adalah pergerakan air tanah secara horisontal di Jakarta pada dasarnya tidak terlalu cepat, apalagi ke arah vertikal. Hal ini akan menentukan jauh dan luasan sebaran intrusi air laut dari garis pantai.
Mengingat tataan geologinya, adalah sulit menetapkan satu sistem akuifer yang dapat dirunut secara menerus dengan jelas penyebarannya. Oleh sebab itu beberapa zona hidrologi diperkenalkan berdasarkan kelulusan serta kedudukannya (Soefner,1985; Jabotabek Water Resources Management Study - JWRMS,1994). Setiap zona ini terdiri dari beberapa perselingan antara akuifer, akuitard dan akuiklud.
            Akuifer pada zona paling atas hingga kedalaman 40 m dari muka tanah biasa disebut sebagai sistem akuifer dangkal. Air tanah di sini tersimpan dalam akuifer tak tertekan (unconfined aquifer), yakni akuifer yang tidak dibatasi oleh lapisan penutup kedap air di bagian atasnya. Karena sifatnya yang demikian, tekanan air tanah dalam akuifer ini sama dengan tekanan udara luar. Dan karena tiadanya lapisan penutup, akuifer ini rawan pencemaran serta paling mudah mengalami intrusi air laut di daerah pantai. Air tanah pada sistem akuifer ini umumnya dimanfaatkan oleh penduduk Jakarta dengan membuat sumur gali atau sumur bor pasak (driven well).
            Sementara akuifer yang terletak pada zona di bawah 40 m hingga 300 m, disebut sebagai sistem akuifer dalam. Air tanah di sini umumnya tersimpan dalam akuifer tertekan (confined aquifer) yakni akuifer yang dibatasi oleh lapisan batuan kedap atau setengah kedap air, baik di bagian bawah maupun bagian atas akuifer. Karenanya tekanan air tanah pada akuifer jenis ini lebih besar daripada tekanan udara luar. Akibatnya, apabila pengeboran menembus akuifer ini pada kondisi lokasi yang memungkinkan, air tanah akan mengalir ke permukaan (artesis), tanpa dipompa. Hal umum yang dijumpai di Jakarta pada kurun waktu 1970an. Karena sifatnya yang demikian, air tanah dari sistem ini umumnya terlindung dari pencemaran termasuk kemungkinan terkena intrusi air laut. Air tanah dari sistem akuifer ini saat ini dimanfaatkan bagi keperluan industri, hotel, perkantoran, apartemen, dan perumahan mewah, dengan membuat sumur bor dalam yang dilengkapi dengan pompa selam (submersible pump).
            Pada kondisi aliran alami (awal 1900an), daerah imbuh (recharge area) bagi sistem akuifer dalam berada pada daerah pebukitan pada ketinggian antara 25 m dan 200 m. Imbuhan dari air tanah tertekan ke dasar tingkat alami (natural base level) di daerah dataran dekat pantai terjadi terutama melalui bocoran ke atas (meskipun berlangsung lambat karena rendahnya kelulusan vertikal), evapotranspirasi, dan aliran keluar menuju sistem aliran permukaan (sungai, saluran, dll.). Saat ini, imbuhan ke sistem akuifer dalam, selain dari aliran horisontal dari daerah selatan Depok (kurang dari 1 juta m3/tahun, Schmidt et al, 1985), terjadi di seluruh Jakarta melalui bocoran ke bawah (juga berlangsung lambat karena rendahnya kelulusan vertikal). Hal ini terjadi karena muka air tanah dari sistem akuifer dalam dari cekungan Jakarta secara regional menurun di bawah muka air tanah dari sistem akuifer dangkal, antara 2 m dan 4,6 m/tahun. Ini artinya adalah pada awalnya air tanah dangkal dipasok oleh air tanah dalam, sehingga pada saat itu hingga tahun 1970an, sumur penduduk airnya dekat permukaan dan tak pernah kering meskipun kemarau panjang. Sebaliknya setelah pemakaian air tanah dalam meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk dan industri, air tanah dangkal memasok ke dalam akuifer air tanah dalam. Akibatnya sumur penduduk kebanyakan sekarang bertambah dalam muka airnya, serta sering kering bila kemarau. Dampak negatif lain adalah, air tanah pada sistem akuifer dalam menjadi rawan terhadap pencemaran yang bersumber dari air tanah dangkal serta dari intrusi air laut di daerah dekat pantai.
            Didasarkan atas lingkungan pengendapan batuan penyusun akuifer maupun akuitard seperti telah diuraikan di muka, maka air tanah yang terbentuk secara bersamaan pada saat batuan tersebut diendapkan (conate water) maupun sesudah batuan penyusun diendapkan mempunyai tingkat kegaraman yang tinggi. Hal ini dibuktikan dari analisis contoh air di berbagai tempat di Jakarta, dari berbagai kedalaman yang dilakukan sejak sebelum tahun 1920 hingga sekarang, yang ditunjukkan oleh nilai kandungan unsur khlorida (Cl-) yang melebihi 600 mg/l (Soefner,1986). Namun analisis tersebut juga membuktikan adanya kenaikan Cl- seiring dengan waktu.
            Jadi benar pernyataan bahwa air tanah asin di beberapa tempat di Jakarta memang sudah ditemui sejak air tanah terbentuk, tetapi juga benar bahwa ada air tanah yang menjadi asin hanya setelah terjadi pengambilan air tanah secara berlebihan.




INTRUSI AIR LAUT DI JAKARTA
Sumber : Microsoft  Encarta 2009
            Hasil penelitian Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan menyebutkan, intrusi air laut kini hampir merata di seluruh wilayah Jakarta. Wilayah dalam radius 10-15 kilometer di Ibu Kota pada umumnya telah dilanda intrusi air laut. Misalnya, air laut telah merasuk ke daerah Kebun Jeruk (Jakarta Barat) dan wilayah Segi Tiga Emas Setiabudi, Kebayoran Baru, Cengkareng, dan Senen (Jakarta Pusat). Padahal, 20 tahun lalu luas daratan yang terkena intrusi air laut baru sekitar dua kilometer dari garis pantai, khususnya di daerah Kota. 
                   Beberapa penyebab intrusi air laut. Di antaranya, rusaknya hutan bakau yang berfungsi sebagai pencegah intrusi air laut. Tahun 1980-an, luas hutan bakau di Jawa Barat sekitar 66.000 hektar. Tetapi saat ini tinggal sekitar 5.000 hektar. Untuk pantai Jakarta, hutan mangrove kini tinggal sekitar 100 hektar lagi. Restorasi pantai harus segera dilakukan untuk mencegah intrusi air laut.

 

                    Menurut Sutrisno (1987), pada 1880 komunitas penduduk Jakarta (dulu Batavia) hanya ratusan ribu orang. Pada saat itu, kebutuhan air minum cukup disediakan 10 buah sumur artesis. Semua sumur itu mengalirkan sendiri air tanah (free flowing) tanpa dipompa sekalipun. Ini terjadi karena muka air tanah berada di atas permukaan tanah sekitar 8-10 meter dari daerah Tanjung Priok. 
                        Ahli Geologi Dinas Pertambangan DKI Bowo Saroso mengatakan,             penyedotan air tanah berlebihan dengan pompa juga menjadi salah satu penyebab   turunnya permukaan   tanah. Antara 17,5-18 persen penurunan tanah disebabkan oleh        adanya sumur bor, sisanya (sekitar 82 persen) disebabkan oleh kondisi alam, beban     bangunan, serta kendaraan. Disebutkan, pengambilan air tanah dengan pompa        berkapasitas lebih dari 100 meter kubik (m3) sangat dikhawatirkan mempercepat laju penurunan tanah. Seperti diketahui, saat ini 40 persen permukaan tanah DKI sudah   berada di bawah permukaan laut seperti Penjaringan, Pluit, dan sebagian Tanjung           Priok, sehingga apabila terjadi pasang air laut ditambah dengan curah hujan yang   tinggi, banjir di Jakarta tak dapat dielakkan.

Kondisi muka air tanah tampa pemompaan

           Sketsa tersebut mengantarkan kita pada pemahaman betapa kritisnya air tanah (air bersih) yang disediakan alam. Bukan saja tanah sudah tidak banyak memiliki air, air yang tersisa pun sudah tercemar, baik oleh air laut maupun oleh racun yang berasal dari sungai Jakarta yang amat kotor. 
 
            Mengingat permukaan tanah ibukota rata-rata turun 10 cm pertahun. Bahkan, di beberapa tempat tanah ambles 15-20 cm setiap tahunnya. Data itu terungkap dari kesimpulan penelitian Program Studi Geodesi atau teknik ukur bumi ITB.

                        Daerah paling parah yang mengalami penurunan tanah adalah bagian utara dan barat ibukota, seperti Daan Mogot, Pantai Indah Kapuk, dan Muara Baru. Daan Mogot, Jakarta Barat, tercatat ambles hampir 70 cm pada 2000-2005. Begitu juga bilangan Pantai Mutiara, Jakarta Utara, turun 50 cm pada 1997-2005. Disusul daerah padat gedung pencakar langit, seperti ruas Sudirman-Thamrin dan Kuningan.

                        Krisis air ini diperparah oleh rusaknya lingkungan, terutama akibat permukaan tanah yang makin tidak memungkinkan terinfiltrasinya air hujan yang turun ketika musimnya tiba. Padahal, musim hujan adalah waktu yang tepat untuk mengatasi krisis tersebut.
            
            Secara alami jumlah air hujan itu dari dulu hingga sekarang sama saja. Di wilayah DAS Ciliwung, misalnya, jumlahnya tetap antara 3.500-4.000 ml setahun. Masalahnya, dulu air hujan yang jatuh ke bumi di wilayah ini meresap (infiltrasi) ke dalam tanah hingga 85%. 
 
           Tapi sekarang persentase itu sudah terbalik. Meskipun belum didapatkan data persis persentase itu sekarang, dapat diduga air hujan yang meresap ke dalam tanah justru tinggal 15%, atau malah lebih kecil. Ini bisa dilihat dari indikasi bahwa hujan sedikit saja air sudah membanjiri Jakarta dan jika kemarau datang krisis air langsung terjadi. 
           Jadi, krisis air, termasuk di Ibu Kota, sebenarnya persoalan rendahnya daya infiltrasi tanah terhadap air hujan akibat gundulnya permukaan tanah dan minimnya permukaan tanah terbuka hijau karena habis dibangun untuk rumah dan gedung-gedung. 

C.    SOLUSI MENGATASI INTRUSI AIR LAUT DAN DAMPAKNYA

a.       Penghentian pemompaan air tanah di Jakarta bagian utara dan penyediaan pasokan air dari sumber air permukaan. Direktorat Geologi Tata Lingkungan bersama Bundesanstalt fuer Geowissenschaften und Ruhstoffe, Jerman pada 1986 telah membuat model simulasi air tanah Jakarta dan menyarankan pembatasan jumlah total pengambilan air tanah dalam Jakarta sebesar 46,7 juta m3 tahun. Dengan pembatasan tersebut, menurut perhitungan model, muka air tanah dalam akan menaik kembali (rebound) dan stabil pada kekedudukan sekitar 5 m di bawah muka laut pada tahun 2005.
b.      Penegakan hukum dan ketertiban yang taat asas terhadap semua pelanggar peraturan air/air tanah dan yang berkaitan.
c.       Pengelolaan terpadu antar air permukaan dan air tanah. Sebaiknya dilakukan oleh satu institusi yang mengurusi baik air tanah maupun air permukaan. Mengingat keterdapatan dan pergerakan air tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi pemerinthan, maka pengelolaan air dalam era otonomi saat ini mutlak harus melibatkan pemerintah daerah DKI Jakarta, kabupaten-kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Ada kekawatiran pemahaman yang keliru atas desentralisasi peneglolaan air akan memicu lebih parahnya degradasi sumber daya air/ air tanah. Sudah merupakan hal umum, pemerintah daerah otonom lebih tertarik pada bagaimana meningkatakan pendapatan dari penegelolaan air/air tanah di wilayahnya, daripada usaha-usaha konservasinya.
d.      Pendidikan pada masyarakat, termasuk para pejabat pengelola air tanah, tentang keairan/keair-tanahan. Adalah menyesatkan pemahaman bahwa air tanah terbaharui begitu musim hujan tiba. Di Jakarta dengan tingkat kelulusan horizontal yang relatif rendah (apalagi kelulusan vertikalnya) pembentukan air tanah, berdasarkan penelitian isotop, berlangsung dalam orde ribuan tahun. Jadi jangan perlakukan air tanah dengan tidak semena-mena.
e.       Untuk menahan intrusi air laut, warga Jakarta sebenarnya dapat membuat lubang resapan biopori. Lubang-lubang resapan biopori (LRB) dibuat di Bogor untuk memasukkan air hujan sebanyak- banyaknya ke dalam tanah hingga meresap ke sumber air tanah.
f.       Harus ada perhatian yang serius dari masyarakat, pengusaha dan dari pemerintah sendiri, untuk mengatasi intrusi air laut ini
g.      Masyarakat harus mengerti arti kesehatan. Artinya, timbul kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah tidak membuang sampah ke sungai-sungai. Dengan menumpuknya sampah di sungai-sungai, maka akan menimbulkan endapan-endapan lumpur. Dan lumpur-lumpur tersebut akan terbawa ke laut tanpa bisa masuk ke dalam tanah.
h.      Membuat vegetasi mangrove
i.      Memperluas area resapan air
j.        Meningkatkan daya infiltrasi air hujan ke dalam tanah
k.      Mengurangi pemanfaatan air dalam tanah
l.        Meminimalisasi tutupan tanah, khususnya dengan jenis yang tidak bisa ditembus air, seperti beton dan aspal
m.    Menghindari penggundulan dengan melakukan penghijauan, membuat undak-undakan (terasering) di permukaan tanah miring
n.      Membuat dam (gully plagh) di sungai-sungai untuk memperlambat arus
o.      Menerapkan unsur reduce, reuse, recycle, dan recharge pada sumber daya air di kawasan bisnis seperti gedung perkantoran dan mal.
p.      Melakukan sosialisasi mengenai pentingnya mengelola air tanah yang berorientasi pada kelestarian lingkungan.




KESIMPULAN

Tingginya laju pembangunan Kota Metropolitan serta banyaknya sumur bor di kota-kota besar, mempercepat penurunan permukaan tanah yang tingkat kekerasannya masih rendah. Berdasarkan pemantauan Dinas Pertambangan DKI, laju penurunan tanah di daerah Jakarta Utara mulai tahun 1999 antara 2-8 Cm pertahun, Jakarta Barat 2,2 Cm pertahun, Jakarta Timur 1,5-3 Cm pertahun, dan Jakarta Selatan sekitar 2 Cm pertahun.
                Peta penurunan permukaan tanah di DKI antara tahun 1982-1999 yang disusun Dinas Pertambangan menunjukkan, akibat beban bangunan dan faktor teknis, geologi kawasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat bagian utara merupakan kawasan dengan zona penurunan terparah, yakni antara 100-200 Cm. Penyedotan air tanah berlebihan dengan pompa juga menjadi salah satu penyebab turunnya permukaan tanah. Seperti diketahui, saat ini 40 persen permukaan tanah DKI sudah berada di bawah permukaan laut seperti Penjaringan, Pluit, dan sebagian Tanjung Priok, sehingga apabila terjadi pasang air laut ditambah dengan curah hujan yang tinggi, banjir di Jakarta tak dapat dielakkan.
Apabila keseimbangan hidrostatik antara air bawah tanah tawar dan air bawah tanah asin didaerah pantai terganggu,maka akan terjadi pergerakan air bawah tanah asin/air laut ke arah darat dan terjadilah intrusi air laut.
Terminologi intrusi pada hakekatnya hanya setelah ada aksi,yaitu pengambilan air bawah tanah yang mengganggu keseimbangan hidrostatik.adanya intrusi air laut ini merupakan permasalahan pada pemanfaatan air bawah tanah di daerah pantai,karena berakibat langsung pada mutu air bawah tanah.
Air bawah tanah yang sebelumnya layak digunakan untuk air minum,karena adanya intrusi air laut,maka terjadi gradasi mutu,sehingga tidak layak lagi digunakan untuk air minum.
Penyusupan air asin ini dapat terjadi antara lain akibat :
1.       Penurunan muka air tanah atau bidang pisometrik di daerah pantai
2.       Pemompaan air bawah tanah yang berlebihan didaerah pantai
3.       Masuknya air laut kedaratan melaui sungai, kanal, saluran, rawa, ataupun cekungan lainnya



DAFTAR PUSTAKA

http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/05/02/00381467/bencana.
http://www.mister-maps.com/
Microsoft  Encarta 2009



Tidak ada komentar:

Posting Komentar